#Label1 .widget-content{ height:200px; width:auto; overflow:auto; }

Tuesday 7 April 2015

Hukum mempelajari ilmu manthiq

Mengenai hukum boleh&tidaknya mendalami ilmu mantiq itu ada 3 :
1. Tidak boleh, ini adalah pendapat Imam Taqiyyuddin Abu amr,Ustman Bin Ash-Shalah(1181-1243 M) dan Imam Abu Zakariyya yahya bin Syarof An-Nawawi(1233-1277 M).
Keduanya mengemukakan fatwa bahwa mempelajari ilmu mantiq(logika)hukumnya haaram.
2. Boleh, bahkan dianjurkan mempelajari ilmu mantiq, pendapat ini dikemukakan oleh sekelompok ulama’ ,
Antara lain Imam Al-Ghozali(1059-1111M),Imam At-Tibrini(wafat 1109M),Ibnu Bajah(1100-1138M),Al-Asnawi(1198-1283M), As-Samarqandi(wafat 1291M), dan Al-Abhari(wafat 1296M).
Literatur ilmu mantiq di zaman orang-orang tersebut terus berkembang.
3. Boleh bagi orang yang fikirannya telah sempurna dan benar benar memahami Hadist Nabi,Ayat-ayat Al-Qur an dan mengetahui aqidah aqidah yang benar&aqidah tidak benar.

Imam Al-Ghozali, komentator ilmu mantiq yang handal bekata:
“sesungguhnya orang yang tidak menguasai ilmu mantiq,tidak dapat dipertanggung jawabkan ilmunya.
Atas dasar dasar ungkapan imam Al-Ghozali,kita dapat memahami bahwa betapa pentingnya ilmu mantiq itu.Barangkali ini,Ilmu Mantiq dinamakan ilmu dari segala ilmu (Mi’yarul Ulum),ilmu timbangan dari segala ilmu (Ilmu Al-Mizan).
Mempelajari ilmu mantiq seperti halnya mempelajari ilmu pasti,yakni secara tidak langsung memperoleh manfa’at dari ilmu itu sendiri.
Tapi ilmu mantiq ini sebagai wasilah untuk ilmu ilmu lainya. Disamping itu,untuk melihat dan mencapai sampai dimana kebenaran ilmu itu.
Dengan demikian jelas hubungan ilmu mantiq dengan ilmu ilmu lain sulit dipisahkan.
Pengaruh pendapat yang mengharamkan mendalami ilmu mantiq itu mencapai puncaknya pada abad XIV, seiring dengan menurunnya kekuasaan umat Islam,dan pada masa itulah Imam Taqiyyudin bin Taimiyyah(1263-1328M) menentang keras terhadap ilmu mantiq.
Pandangannya dalam ilmu mantiq dikemukakan dalam Kitab karangannya yang berjudul FASHIHATU AHLI FI RODDI MANTIQIL YUNAN.
Kemudian diteruskan oleh Syekh Sa’duddin At-Taftazani(1322-1380M). Ia menegaskan dalam kitab karangannya yang bertitel TAHDHIBUL MANTIQI WAL KALAM tentang hukum haram mempelajari ilmu Mantiq(logika).
Perbedaan dalam hal hukum mempelajari ilmu mantiq ini semata-mata bernisbat pada ilmu mantiq yang telah disuspi ucapan ahli filsafat yang menjadikan ilmu mantiq sebagai alat embelan bagi teologi semata mata.
Adapun kitab-kitab yang murni membahas ilmu mantiq,Seperti MUKHTASHOR IMAM SANUSI dan Kitab AS-SYAMSIYAH. Maka tidak ada perbedaan pendapat dalam hukum mempelajarinya, bahkan mempelajarinya adalah FARDHU KIFAYAH, karna adanya penjelasan pengetahuan tentang bantahan terhadap keraguan dan kesalah pahaman terhadap ilmu mantiq.
Adapun mengenai pendapat ketiga yang membolehkan mempelajari ilmu mantiq dengan syarat cerdas akalnya, karna dengan kecerdasan ia dapat membentengi aqidah Islamnya,dan tidak akan terpengaruh oleh teori teori dan pemikiran pemikiran sesat yang ia temui.Orang yang tidak cerdas akalnya tidak boleh mempelajari ilmu mantiq. Sebab ia pasti tidak bakal mampu menyangkal penyimpangan penyimpangan fikiran-fikiran tentang aqidah yang ia jumpai dalam buku yang ia pelajari,bahkan bisa jadi fikiran-fikiran sesat itu mempengaruhi hatinya.
Demikian juga orang yang cerdas tapi tidak memahami Hadist Nabi Saw.dan Al-Qur an. Oleh karna itu, golongan mayoritas ulama’ melarang mempelajari buku-buku yang mengandung fikiran-fikiran ahli filsafat,kecuali yang luas ilmu pengetahuannya.

No comments :

Post a Comment